Kondisi Geologi Sumatera Selatan
Wilayah Nusantara
dikenal mempunyai 62 cekungan yang diisi oleh batuan sedimen berumur Tersier.
Sekitar 40 % dari seluruh cekungan berada di daratan (onshore). Ke 62 cekungan
tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua. Cekungan berumur Pratersier kebanyakan ditemukan di wilayah
Indonesia Bagian Timur, dan kebanyakan sulit ditarik batasnya dengan cekungan
berumur Tersier, karena umumnya ditindih (overlain) oleh cekungan berumur
Tersier. Hampir semua cekungan batuan sedimen di Indonesia sangat berpotensi
mengandung sumber daya migas, batubara dan serpih minyak (oil shale). Namun,
batasan stratigrafi, sedimentologi, tektonik & struktur maupun dinamika
cekungan semua formasi pembawa potensi sumber daya belum terakomodasi dan
tergambar dalam bentuk atlas.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra
Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut – tenggara, yang dibatasi
Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di
sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan
cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan
Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra
Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.
Geologi Cekungan
Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat
dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga
timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng
meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa
lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut turut
bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah.
Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan,
morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng
di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang
dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan
Barisan terjadi di akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block
faulting). Selain Pegunungan Barisan sebagai pegunungan bongkah (block
mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih tersingkap di permukaan
adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau
Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang
sekarang berupa Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga
kali proses orogenesis, yaitu yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua
pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada Plio-Plistosen.
Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur geologi seperti
terlihat pada saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera
Selatan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone
perlipatan yang berarah baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang
berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami
peremaja.
Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan
busur belakang (Blake, 1989)
Di Sumatra Selatan:
khususnya bagian tengah cekungan yang paling tebal endapannya yaitu Palembang
Selatan dan Tengah, tektonik sekunder epidermal Compressive Settling
menghasilkan antiklinoria:
1.
Antiklinoria Muara
Enim-Baturaja-Tebingtinggi
2.
Antiklinoria talang akar-Pendopo
3.
Antiklinoria Palembang
Dibukit Pendopo dan Pegunungan Duabelas
pelipat ini menyebabkan batuan pratersier nampak di permukaan bumi.
Ø
Tektonik Regional.
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan
cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya
interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan
lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2,
dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di
sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi
oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama
Awal Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang
sebagai reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah
lempeng Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3
episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera
Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal
dan Orogenesa Plio – Plistosen.
Pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat
dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit
serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992
(dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut –
tenggara yang berupa sesar – sesar geser.
Kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara
– selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan
batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua
yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.
Ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada
periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang
menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit
Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai
sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga
sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir
sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang
terjadi pada Plio – Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut –
tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat
laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik,
sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut –
tenggara sebagai hasil orogenesa Plio – Plistosen. Dengan demikian pola
struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara –
selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang berarah barat laut –
tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .
Ø Stratigrafi
Regional.
Sub Cekungan Jambi merupakan bagian Cekungan Sumatra
Selatan yang merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) berumur
Tersier yang terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng
Hindia. Secara Geografis Sub Cekungan Jambi dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh
di sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan, Paparan Sunda di sebelah
timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat. Tatanan stratigrafi Sub Cekungan
Jambi pada dasarnya terdiri dari satu siklus besar sedimentasi dimulai dari
fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir silkusnya. Secara
detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu dengan diendapkannya
Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar
yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan De
Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan
endapan sungai teranyam (braided stream deposit) yang mengisi suatu
cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala
ini berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef,
fore reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja) pada
bagian atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi maksimum ditunjukkan dengan
diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di atas Formasi
Baturaja yang terdiri dari Batu serpih laut dalam.
Fase
regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh
pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu pasir pada
lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di
atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana
lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta dan
non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung
dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini
berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir tufaan,
pumice dan konglemerat.
1.
Batuan Dasar.
Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari
kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku
dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap
dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas
berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang tersingkap
di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna
kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara
tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah
merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak
antara Granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi
pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.Menurut
Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit
mengintrusi batuan filit.
2.
Formasi Lahat.
Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di
atas batuan dasar, merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri
dari konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava
dan batupasir kuarsa. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum
system dari formasi lahat.
·
TOC 1.7 – 8.5 wt% à Excellent potential
·
HI 130-290 mg
·
Derajat kematangan 0.64 – 1.4 %Ro.
·
Kerogen Tipe I dan II, III
·
Mature T-max 436-441 0C
3.
Formasi Talang Air.
Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri
dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan
laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar
berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas
Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih
dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara
batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m – 850
m. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari
formasi Talang Akar.
·
TOC 1.5 – 8 wt%à Good - Excellent
·
HI 150-310 mg
·
Kerogen Tipe I dan II,III
·
Gradien geothermal 490 C/km
·
Mature T-max 436-4500C
4.
Formasi Baturaja.
Formasi ini
diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang Akar dengan ketebalan antara 200
sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping, batugamping terumbu,
batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal kaya
foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
litoral-neritik dan berumur Miosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data
mengenai petroleum system dari formasi Batu Raja.
·
TOC 0.5 – 1.5 wt% à Fair - Good
·
Kerogen Tipe I, II, III
·
Mature T-max 436-4500C
·
Kerogen Tipe I, II, III
·
Mature T-max 436-450
5.
Formasi Gumai.
Formasi Gumai
diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana formasi ini menandai
terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah
formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan
batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan
serpih.Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan
diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen
Tengah. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari
formasi Gumai.
·
TOC 0.5-11.5 wt% àfair - excellent
·
Kerogen Tipe III
·
Early mature T-max 400-4300C
6.
Formasi Air Benakat.
Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di
atas Formasi Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini
terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir
abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian
atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan berumur Miosen
Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal.
Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari Air
Benakat.
·
TOC 0.5 – 1.7 wt% Fair – Good
·
Imature T-max < 4300C
·
0.29-0.30 %Ro
7.
Formasi Muara Enim.
Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase
regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air
Benakat pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin.
Ketebalan formasi ini 500 – 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung ,
batulanau dan batubara. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan
debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi
dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini
umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen Akhir – Pliosen Awal.
Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari Air
Benakat.
·
TOC 0.5-52.7 wt% àFair - Excellent
·
Imature T-max < 4300C
·
0.29-0.30 %Ro
8.
Formasi Kasai.
Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas
Formasi Muara Enim dengan ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari
batupasir tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari
tuf pumice kaya kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa
rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak
dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan.
Fasies pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi
Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.
9.
Sedimen Kuarter.
Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak
terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak
selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir,
fragmen-fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan
volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.
Ø Gambar Kondisi Geologi di Sumatera
Selatan.